Rumah

Rumah; adalah ketika tempat itu membuatmu tenang, orang-orang di dalamnya membuatnya nyaman.

Kali ini saya mau membhasa rumah kedua dan ketiga saya--tempat di mana saya pertama kali merajut mimpi jadi penulis.


Rumah keduaku adalah salah satu situs menulis.


Rumah ketigaku adalah salah satu grup penulis di facebook.


Di rumah asli saya, saya sering merasa sepi--tapi justru ini yang saya suka; nyaman, tentram, dan tenang. Mengingat para penghuninya pulang minimal jam empat sore--terkecuali untuk aku dan adikku, kami sempat punya waktu jeda sekitar satu sampai dua jam di rumah. Makanya saya sempat merasakan tenangnya rumah asli.


Kembali ke rumah kedua dan ketiga.


Refleksi ketenangan itu adalah di dua tempat dunia maya yang saya sebutkan. Di sana, saya berubah menjadi sosok ceplas-ceplos, adik yang usil bagi kakak-kakak virtual-nya, anak yang bandel bagi ayah-ibu virtual-nya, junior yang enerjik, senior yang wibawanya digantikan sifat-sifat aneh.


Tapi, beberapa bulan ini saya menghilang. Frekuensi bermain internet berkurang drastis. Kesibukan di dunia nyata begitu menggencet.


Kemarin, saya kembali ke dua tempat yang sudah seperti rumah kedua dan rumah ketiga saya.


Ketika saya kembali, semua terasa asing. Semakin banyak penghuninya--bahkan sebagian besar tak kukenal. Apakah aku sudah terlalu lama pergi?

Tapi satu yang kini sama dari kedua tempat ini; keadaannya sedang 'panas'--dan aku merasa asing. Mungkin sekarang perlahan-lahan stabil, tapi kini aku bukan sosok anak kecil yang enerjik, atau adik cerewet seperti dulu. Aku kembali seperti roh--ada namun tak tampak.

Aku tahu tentang masalah di kedua tempat ini--sungguh, bahkan kisah detailnya.

Tapi aku tak ada di pihak pro ataupun pihak kontra. Aku diam.

Aku saksi dari semua. 

Ketika di tempat yang membuatnya nyaman kini membuatmu merasa asing, terasa melelahkan.